“Low Carbon Development Initiative” Komitmen Kemenperin Dalam Green Industry

sumber : shutterstock
Features (04/12/2024) : Paradigma industri yang berpihak pada lingkungan sudah tidak bisa ditawar tawar lagi, ini berkaitan dengan reputasi perusahaan yang peduli terhadap lingkungan.Didalam konsep “Green Industry” pemerintah dihadapkan pada masalah kurangnya kesadaran pelaku bagi industry rumahan maupun industry besar, namun kurang memahaminya praktek “Green Industry” untuk mengurangi emisi karbon.Padahal beberapa perusahaan diberi sertifikat “Industri Hijau”  bagi perusahaan yang berhasil menerapkan efisiensi teknologi ramah lingkungan.

Perlu ditegaskan bahwa saat ini industri Tengah memasuki 4.0 menuju 5.0, ia terus berinovasi dengan keberadaan energi terbarukan hingga fasilitas insentif fiskal, seperti pengurangan pajak atau dukungan pendanaan.Tantangan yang dihadapi adalah : apakah biaya awal transisi teknologi hijau terlampau tinggi? Mengapa pemahaman dan kesadaran industry kecil tentang pentingnya green economy” bagi industry masih sangat rendah? Apakah kebutuhan infrastruktur dan kebijakan yang ada sudah sangat mendukung?

Menurut , implementasi green economy sejalan dengan komitmen Indonesia pada Paris Agreement untuik mengurangi emisi karbon hingga 31.89% secara mandiri atau 43.20% dengan bantuan internasional pada 2030.Inisiasi inilah yang memunculkan paradigma LCDI (Low Carbon Development Initiative )sebagai rancangan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi sambil mengurangi emisi gas rumah kaca dan dampak lingkungan.Ia menghasilkan korelasi dengan Green Economy, pertama efisiensi energi dan sumber daya, kedua pengembangan energi terbarukan, ketiga perlindungan dan rehabilitasi lingkungan dan keempat penciptaan lapangan kerja hijau.

 Problem statement yang acapkali dihadapi oleh LCDI antara lain kurangnya pendanaan dan masih sangat bergantung pada skema internasional, seperi Green Climate Fund.Kedua, adalah keterbatasan teknologi untuk berinovasi, awareness yang rendah hingga resistensi pelaku industry itu sendiri.

Mengapa Green Economu harus menjadi ujung pilar Kemenperin? Hal ini dikarenakan Kemenperin harus menjawab tantangan lingkungan, dimana industry adalah contributor signifikan emisi gas rumah kaca dan pencemaran lignkungan.Dengan menerapkan ekonomi hijau, Kemeneperin membantu menekan dampak negative tersebut.Selain itu Kemenperin harus menjawab tantangan Daya Saing Global, dimana pasar global semakin menuntut produk ramah lingkungan.Industri berbasis green economy memungkinkan Indonesia bersaing di Tingkat internasional dengan produk produk yang sesuai dengan standar keberlanjutan.



Langkah itu sederhana dan mudah saja Reduce, Recycle dan Reused (3R)dapat didorong industry rumahan untuk manfaat ekonomis dalam pengelolaan limbah organic, plastic dan logam.Langkah lainnya adalah matikan lampu dan peralatan untuk hemat energi. Gunakan peralatan hemat energi (misalnya AC dan kulkas berlabel A+), serta gunakan pemanas air tenaga surya.Tindakan kecil ini dapat menguntungkan secara ekonomi dan Langkah kecil untuk mengurangi emisi karbon, dari ranah domestik sebelum ranah publik.

Kampanye mengenai industry hijaupun sangat diperlukan untuk meningkatkan kesadaran lingkungan, selain itu kita perlu mendorong penerapan teknologi ramah lingkungan, serta meningkatkan kompetisi industry untuk kompetisi positif agar pelaku industry termotivasi.Menggandeng NGO  hingga dukungan masyarakat juga tidak salah dalam mengkampanyekan industry hijau.

Harapan Kemenperin terhadap green economy  haruslah terwujud dan terealisasi dengan baik. Industri harus tumbuh ramah lingkungan, praktik industry hijau harus mendapat akses pasar yang lebih luas,baik dari adanya kolaborasi antara pemerintah, akademisi dan industri.Semuanya memiliki hubungan ekonomi dan siklus kehidupan yang diharapkan seimbang, serasi demi masa depan masyarakat Indonesia yang lebih baik.

 

Halomoan Sirait

Next Post Previous Post


Berita Pilihan :